Tuesday, September 22, 2015

Monday, April 1, 2013

Apa kata Ulama Mengenai Tasauf Dan Toriqah?

DOA KAMI

Ya Allah jaikanlah setiap orang dari kami di kalangan hambaMu yang menang dan berjaya. Tetapkanlah iman kami, murahkanlah rezeki kami. jadikanlah rahmatmatMu kepada kami sebaik-baik teman dan pendamping.

Tuesday, May 4, 2010

Apa kata Ulama Mengenai Tasauf Dan Toriqah?

Syekh Zakaria al-Anshari mendefinisikan Tasawuf sebagai berikut :

التصوف علم تعرف به أحوال تزكية النفس وتصفية الأخلاق وتعمير الظاهر والباطن لنيل السعادة الأبدية

Tasawuf adalah sebuah disiplin ilmu untuk mengetahui cara-cara membersihkan hati dan memuliakan akhlaq serta membangun jiwa dan raga demi meraih kebahagiaan yang kekal abadi.

Sehingga orang Sufi adalah sebagaimana perkataan Syekh Muhammad Mitwalli al-Sya'rawi :

إن الصوفي هو الذي يتقرب إلى الله بفروض الله ثم يزيدها بسنة رسول الله من جنس ما فرض الله وأن يكون عنده صفاء في استقبال أقضية العبادة فيكون صافياً لله، والصفاء هو أن تصافي الله فيصافيك الله

Seseorang dikatakan Sufi apabila ia mendekatkan diri kepada Allah dengan ibadah-ibadah wajib dan sunnat, memiliki kejernihan hati saat mengabdi sehingga menjadi suci karena Allah. Kesucian yang sesungguhnya adalah apabila kita mensucikan Allah maka Allah pun mensucikan kita.

Demikianlah sekelumit pengantar bahwasanya ilmu Tasawuf adalah ilmu yang mulia dan sangat urgen sebagaimana dinyatakan oleh para ulama' di atas. Adapun istilah Tasawuf yang tidak pernah ada di zaman Rasul dan Sahabat maka Dr. Muhammad Sa'id Ramadlan al-Buthi mengatakan :

التصوف إسم حادث لمسمى قديم إذ إن مسماه لا يعدو كونه سعيا إلى تزكية النفس من الأوضار العالقة به عادة كالحسد والتكبر وحب الدنيا وحب الجاه وذلك ابتغاء توجيهها إلى حب الله عز وجل والرضا عنه والتوكل عليه والإخلاص له

Tasawuf memang merupakan istilah baru namun substansinya sudah lama menjadi anjuran buat kita, sebab Tasawuf tiada lain adalah usaha untuk mensucikan qolbu dari segala kotoran yang sudah terlanjur melekat seperti dengki, sombong, cinta dunia dan tahta, dan semua itu dialihkan kepada cinta Allah, ridho Allah, tawakal kepada Allah serta ikhlas karena dan untuk Allah Swt. semata.

Memanglah benar para imam-imam mazhab terdahulu tidak memnulis banyak dan khusus tentang ilmu Tasawuf namun Syekh Abdul-Wahhab al-Sya'rani Ra. mengatakan :

إِنما لم يضع المجتهدون في ذلك كتاباً لقلة الأمراض في أهل عصرهم وكثرة سلامتهم من الرياء والنفاق ثم بتقدير عدم سلامة أهل عصرهم من ذلك فكان ذلك في بعض أناس قليلين لا يكاد يظهر لهم عيب وكان معظم همة المجتهدين إِذ ذاك إِنما هو في جمع الأدلة المنتشرة في المدائن والثغور مع أئمة التابعين وتابعيهم التي هي مادة كل علم وبها يُعرف موازين جميع الأحكام فكان ذلك أهم من الإشتغال بمناقشة بعض أناس في أعمالهم القلبية

Para imam mujtahid terdahulu tidak banyak menyusun buku tentang ilmu Tasawuf sebab penyakit hati belum meraja lela saat itu sehingga yang menajadi konsentrasi mereka adalah mengumpulkan nash-nash dari para Tabi'in dan Tabi'it-Tabi'in untuk membuat kaidah-kaidah serta menetapkan hukum-hukum syari'at. Hal itu lebih penting dari pada membahas masalah-masalah batin yang hanya menimpa sebagian orang saja.

Namun disamping konsentrasi pada ilmu fiqh, imam-imam tersebut juga sempat menyinggung tentang urgensi Tasawuf disamping fiqh sebagaimana perkataan pendiri Mazhab Maliki; Imam Malik bin Anas Ra. :

من تصوف ولم يتفقه فقد تزندق ومن تفقه ولم يتصوف فقد تفسق ومن جمع بينهما فقد تحقق

Barang siapa bertasawuf tanpa bertafaqquh maka ia zindiq, barang siapa bertafaqquh tanpa bertasawuf maka ia fasiq, dan barang siapa menggabungkan dua-duanya maka ia telah berhasil (sampai kepada hakekat).

Sedangkan pendiri Mazhab Syafi'i; Imam Muhammad bin Idris al-Syafi'i Ra. mengatakan :

فقيها وصوفيا فكن ليس واحدا # فإني وحق الله إياك أنصح

فذلك قاس لم يذق قلبه تقى # وهذا جهول كيف ذو الجهل يصلح

Jadilah Faqih sekaligus Sufi, jangan jadi salah satu..

Demi Allah aku menasehatimu!

Faqih saja, tak bertaqwa, keras hatinya..

Sufi saja, tak berilmu, bagaimana bisa baik selalu?

Adapun pendiri Mazhab Hanbali; Imam Ahmad bin Hanbal Ra. mengatakan :

عليك بمجالسة هؤلاء القوم فإنهم زادوا علينا بكثرة العلم والمراقبة والخشية والزهد وعلو الهمة، ولا أعلم أقواما أفضل منهم

Bergaullah dengan kaum Sufi sebab mereka telah memberikan banyak ilmu, menambah semangat beribadah dan rasa takut kepada Allah, memudahkan muraqabah serta zuhud, dan menurutku tidak ada golongan yang lebih mulia dari mereka.

Setelah mengetahui betapa pentingnya bertasawuf maka dapat disimpulkan bahwasanya Tasawuf hukumnya wajib sebagaimana dinyatakan oleh Imam Ghazali Ra. :

الدخول مع الصوفية فرض عين إذ لا يخلو أحد من عيب إلا الأنبياء عليهم الصلاة والسلام

Bergabung dengan kaum Sufi adalah fardu ain sebab tiada satupun bebas dari cacat hati melainkan para nabi.

Kata Imam Junaid al-Baghdadi Ra. :

إذا أراد الله بعبد خيرا أوقعه إلى الصوفية ومنعه صحبة القراء

Bila Allah menghendaki yang baik kepada seorang hamba, Ia akan menggabungkannya dalam golongan Sufi dan menjauhkannya dari mereka yang hanya membaca saja!

Perkataan Imam Ghazali dan Imam Junaid dikuatkan lagi oleh perkataan Syekh Abul-Hasan al-Syadzuli Ra. :

من لم يتغلغل في علمنا هذا مات مصرا على الكبائر وهو لا يشعر

Barang siapa tidak mau mendalami ilmu Tasawuf maka ia akan mati dalam keadaan penuh dosa besar tanpa ia merasakannya!

Syekh Ahmad al-Qath'ani mengatakan :

فعلم التصوف من أشرف العلوم الشريفة وأنفع المعارف السامية المنيقة، رفيع القدر حميد الأثر، يزكي النفوس ويصقل القلوب ويهذب الطباع، يسير بالروح إلى بارئها ويحدو بها إلى خالقها، يستبدل الخبيث بالطيب والسيء بالحسن . وأهله هم أهل الله وخاصته الدالون عليه تعالى الواقفون بالإخلاص بين يديه في الفرق والجمع والعطاء والمنع، أهل الأدب الرفيع الراقي والسمو الأخلاقي، طريقهم أصوب الطرق ومنهجهم الإخلاص والصدق، ولو جمع عقل كل ذي عقل وحكمة كل ذي حكمة ليحسنوا ما هم عليه ما وجدوا إلى ذلك طريقا، فقد تشبعت بواطنهم وظواهرهم بنور الهداية المحمدي، وما بعده نور ولا هدى

Ilmu Tasawuf merupakan sebaik-baik ilmu dan pengetahuan yang paling bermanfaat, paling agung dan paling suci, kedudukannya tinggi, pengaruhnya terpuji, membersihkan nurani, meneguhkan hati, mendidik prilaku, membawa jiwa kepada pemiliknya, mengantar cinta kepada penciptanya, menggantikan yang buruk dengan yang baik, menggantikan yang busuk dengan yang wangi. Ahli Sufi adalah Ahli Allah, pilihan-pilihan Allah, orang-orang yang menjadi guide kepada Allah, yang selalu ikhlas dan ridho dalam keadaan apapun; berpisah, bertemu, diberi ataupun ditolak. Mereka memiliki etika yang tinggi serta akhlaq yang melangit, jalan mereka adalah jalan yang paling benar, metode mereka adalah ketulusan dan keikhlasan. Setiap orang berakal dan setiap orang bijak tidak akan mampu memuji kaum Sufi sebab jiwa-raga mereka telah dipenuhi cahaya dan petunjuk, dan tidak ada lagi cahaya dan petunjuk setelahnya!

Maulana Syekh Mukhtar Ali Muhammad al-Dusuqi Ra. menguatkan dan membenarkan semua pernyataan ulama' di atas, beliau menambahkan bahwasanya kata Tasawuf berasal dari kata Shafa' yang artinya kesucian, maka kata Sufi sebetulnya merupakan fi'il madhi mabni lil-majhul yang artinya disucikan sebagaimana halnya kata Ufi atau Syufi yang artinya disembuhkan dan kata Nudi yang artinya dipanggil. Kata shafa' (kesucian) telah disebutkan dengan jelas dalam al-Qur'an yang berbunyi :

" يا مريم إن الله اصطفاك وطهرك واصطفاك على نساء العالمين "

Betapa banyak yang keberatan dengan Tasawuf hanya karena istilahnya tidak ada pada zaman Nabi dan Sahabat, padahal banyak ilmu-ilmu lain juga yang tidak kita dengar pada zaman Nabi seperti ilmu Manthiq, ilmu Qawafi wa Arudl, ilmu Asybah wa Naza'ir, ilmu Jarh wa Ta'dil, dll. Mengapa mesti ilmu Tasawuf saja yang diteror? Perlu diketahui bahwa isi lebih penting dari sekedar istilah atau nama! Dan ruang lingkup ilmu Tasawuf tidak keluar dari tuntunan dan tuntutan ajaran islam yang semurni-murninya.

Adapun istilah Thariqah atau Tarekat maka Imam Qusyairi mengatakan :

الطريقة هي مجموعة الآداب والأخلاق والعقائد التي يتمسك بها طائفة الصوفية

Thariqah tiada lain adalah etika dan akhlaq serta keyakinan yang dianut oleh kaum sufi. Dari sini dapat disimpulkan bahwa orang sufi otomatis berthariqah! Syekh Abu Thalib al-Makki mengatakan :

إن طريق الصوفية عبارة عن تقديم المجاهدة ومحو الصفات المذمومة وقطع العلائق كلها والإقبال بكنه الهمة على الله تعالى

Tarekat Sufi merupakan sebuah usaha untuk membasmi sifat-sifat keji dan menembus segala yang menghalangi ke jalan Allah, kemudian dengan penuh himmah menghadap Allah Swt.

Sedangkan Syekh Abdul-Halim Mahmud Ra. mengatakan :

الطرق الصوفية وسائل لتزكية النفس وتهذيب الخلق وتحسين السلوك والسير بالمريد في طريق الإتباع العملي للرسول صلى الله عليه وسلم ليكون مؤمنا حقا ومسلما صدقا

Tarekat-Tarekat Sufi adalah jalan-jalan yang lurus menuju penyucian jiwa, perbaikan akhlaq, dan pengamalan yang sempurna terhadap Sunnah Rasul Saw. agar menjadi orang yang benar-benar muslim dan mukmin.

Adapun Maulana Syekh Mukhtar Ali Muhammad al-Dusuqi Ra. mendefinisikan Thariqah sebagai berikut :

الطريقة دعوة إلى الله ورسوله لإحياء السنة ونبذ البدعة بالحكمة والموعظة الحسنة ولها شيخ سيفه ودرعه كتاب الله وسنة رسوله وتجب على المريد طاعة الشيخ كطاعة المأموم للإمام في الصلاة لا تخلو عن كونها طاعة لله

Thariqah adalah seruan kepada Allah dan Rasul-Nya untuk menghidupkan Sunnah dan mengikis Bid'ah dengan Hikmah dan Mau'izah Hasanah, dan Thariqah dipimpin oleh seorang Syekh yang berpedangkan al-Qur'an dan berprisaikan Sunnah. Dan wajib bagi seorang murid mentaati dan mengikuti Syekhnya sebagaimana wajibnya ma'mum mentaati dan mengikuti imamnya dalam solat, yang mana hal tersebut tidak keluar dari taat kepada Allah Swt.

Adapun sejarah perkembangan dan didirikannya Tarekat-Tarekat Sufi maka berawal sejak Nabi memberikan lafaz-lafaz dzikir yang berbeda kepada para sahabat yang kemudian para sahabat (khususnya Imam Abu Bakr dan Imam Ali) menurunkannya kepada penerus-penerus selanjutnya sehingga golongan yang berdzikir dengan dzikir Imam Abu Bakr Ra. dinamakan dengan Thariqah Khalwatiyah, sedangkan golongan yang berdzikir dengan dzikir Imam Ali Ra. disebut Thariqah Naqsyabandiyah. Selanjutnya pada masa Imam Junaid Ra. kedua Thariqah tersebut disatukan sampai akhirnya dibenahi kembali dan disempurnakan pada masa wali kutub yang empat sehingga mulai bercabang banyak namun semuanya berasalkan dan bertujuankan satu.

Berdirinya Tarekat-Tarekat Sufi akhir zaman ini ibarat berdirinya sekolah-sekolah dan rumah sakit-rumah sakit, dipandang perlu karena memperhatikan banyaknya kebodohan dan penyakit, begitu juga setelah maksiat dan kekotoran hati meraja-lela maka dipandang perlu mendirikan perguruan-perguruan spiritual oleh para auliya' yang disebut dengan Thariqah, sebagaimana halnya juga dengan berdirinya mazhab-mazhab fiqh oleh para imam syari'at pada masa-masa jauh setelah masa Nabi karena memang dipandang perlu pada masa itu.

Begitu banyak sekolah, madrasah dan universitas yang didirikan namun tujuannya sama, demikian juga banyaknya rumah sakit yang didirikan tidak menafikan bahwa tujuannya satu yaitu menyembuhkan orang-orang sakit, maka banyaknya Tarekat Sufi yang berkembang sampai saat ini juga tidak berbeda tujuannya yaitu ridho Allah dan Rasul-Nya Saw. Imam al-Bushairi mengatakan :

فكلهم من رسول الله ملتمس # غرفا من البحر أو رشفاً من الديم

Syekh Muhammad Mitwalli al-Sya'rawi mengatakan :

وكل إنسان وصل إلى الله بطريق من الطرق أو صيغة من الصيغ يعتقد أن الطريق الذي سلكه إلى الله هو أقصر الطرق ولذلك اختلف الناس لأن وسائل عبادة الله متعددة فإذا دخل إنسان من باب وطريق وأحس أنه نقله وأوصله إلى الله بادر إلى نقله لمن يحب، ومن هنا فإن معنى أن هناك طرقا صوفية كثيرة هو أن أناسا وصلوا إلى الصفاء من الله سبحانه وتعالى وجاءتهم الإشراقات والعلاقات التي تدل على ذلك في ذواتهم فعلموا أن الطريق الذي سلكوا فيه إلى الله صحيح وكلما زادوا في العبادة زاد الله في العطاء

Syekh Abdul-Halim Mahmud Ra. juga mengatakan :

يقول السادة الصوفية : التوحيد واحد والطرق إلى الله كنفوس بني آدم . ويعني قولهم هذا هو أن نتيجة سلوك الصوفية لا تختلف من قطر لقطر ولا من زمن لزمن ولا من شخص لشخص، إنها التوحيد، توحيد الله سبحانه في ذاته وتوحيده في خلقه وتصوفه وفي عنايته بالكون ورعايته ألا له الخلق والأمر إليه يرجع الأمر كله . وإذا كان التوحيد واحدا وإذا كانت هذه الحقيقة من طبيعتها لا تتغير ولا تختلف فإن طريق القرب من هذه الناحية طريق تذوقها اليقين، فالطرق تختلف والثمرة واحدة . أما السبب في اختلاف الطرق فهو أن طبائع الناس وفطرهم مختلفة يصلح لبعضها ما لا يصلح للبعض الآخر وقد يصلح لسلوك طريق ولا يصلح لسلوك طريق آخر وقد يصلح طريق لشخص ولا يصلح لآخر . والناس منذ أن وجد الناس يحاولون جهدهم التقرب من الله لأن في القرب من الله كمالا ذاتيا وذلك أن الله هو الكمال المطلق فالقرب منه سبحانه قرب من الكمال، وقد ورد " تخلقوا بأخلاق الله " وورد " كونوا ربانيين " والناس كذلك يحاولون جهدهم القرب من الله لأنه من كان قريباً من الله كان الله قريباً منه بالرعاية والعناية والتوفيق، وسلك الناس طرقا إلى الله مؤسسة على الأساس العام وهو الشريعة . سلك بعضهم طريق الذكر على الخصوص وسلك بعضهم طرق الصوم على الخصوص وسلك بعضهم طرق الصلاة على الخصوص وهكذا . ونجحت بعض هذه المسالك في الوصول إلى القرب من الله فرسمها من نجحت معه طريقا وبينها سبيلا ودعا إليها مسلكا وذاعت فكانت طريقة صوفية، وهذا منشأ الطرق . إنها لا تعدو أن تكون إبرازا لزاوية معينة من زوايا الشريعة دون إهمال لسائرها بل من التمسك بسائرها، ومن أهمل شريعا من الشريعة فليس من التصوف في شيء

Dr. Muhammad Ahmad Darniqah mengatakan :

اختلفت أسماء الطرق باختلاف أسماء مؤسسيها كاختلاف أسماء المدارس والجامعات، والخلافات التي كانت – ولا تزال – تنحصر في المنهج التربوي والرسوم العملية فقط كالزي والأوراد والأحزاب وغيرها . أما الغاية القصوى من الطرق الصوفية جميعها تتمثل في غاية خلقية هي إنكار الذات والصدق في القول والعمل والصبر والخشوع ومحبة الغير والتوكل وتزكية النفس والتقرب إلى الله وغير ذلك من الفضائل التي دعا الإسلام إليها . فقد كان مشايخ الطرق يطلبون من المريدين التوبة عن المعاصي والذنوب والإستجابة لله ولرسوله عليه الصلاة والسلام واتباع السنة وكثرة الإستغفار وأداء الواجبات وامتثال الأوامر واجتناب النواهي والعمل بالشريعة وتطهير القلب وتزكية النفس وإصلاح المعتقد، كما كانوا يلقنونهم الأذكار المأثورة ويحذرونهم من الآفات الإجتماعية ويحضونهم على حب الله والسعي لنيل رضاه وحب الرسول والصالحين

Syekh Muhammad Utsman Abduh al-Burhani Ra. mengatakan :

ما أبشع ادعاء المبطلين عندما ينكرون على تعدد الطرق التي هي مدارس التصوف ويقولون : إن الله واحد والدين واحد والرسول صلى الله عليه وسلم واحد والسنة واحدة والكتاب واحد فما هي دواعي التفرقة ؟!؟ وينادون بأن يجتمع كل المسلمين على طريقة واحدة، وما أبلغ الرد عليهم لإحباط حجتهم وقمع بدعتهم بأن هذا تطاول على الله، فالله واحد ورسالات الأنبياء متعددة، فلماذا لم يرسل الله رسله برسالة واحدة شكلا وموضوعا وتتكرر هذه الرسالة على مر العصور ؟ لكن الله سبحانه وتعالى جعل لكلٍ شرعةً ومنهاجا وقال تعالى : " ولو شاء ربك لجعل الناس أمة واحدة " .. فهذا طعن في مشيئة الله سبحانه وتعالى

Sedangkan Maulana Syekh Mukhtar Ra. menambahkan bahwasanya banyaknya pintu menandakan luasnya rumah, banyaknya keran menandakan banyaknya air, maka banyaknya Thariqah (jalan menuju Allah) menandakan mudah dan besarnya rahmat, ampunan dan ridho Allah Swt.

Setelah membaca penjabaran di atas maka dapat disimpulkan bahwasanya kita semua sangat membutuhkan Tasawuf dan Thariqah untuk dijadikan pegangan dalam perjalanan spiritual menuju Allah dan Rasul-Nya sebagaimana kita berpegang kepada sebuah mazhab dalam menjalani syari'at islam.

Seorang bertanya kepada Mufti Mesir; Dr. Ali Jum'ah al-Syafi'i: Mengapa harus mempelajari akhlaq dan etika serta pembersihan hati dari ilmu Tasawuf? kenapa tidak langsung saja dari al-Qur'an dan Sunnah? Dr. Ali Jum'ah menjawab :

هذا كلام ظاهره فيه الرحمة وباطنه من قبله العذاب لأننا ما تعلمنا أركان الصلاة وسننها ومكروهاتها بقراءة القرآن والسنة وإنما تعلمنا ذلك من علم يقال له علم الفقه صنفه الفقهاء واستنبطوا كل تلك الأحكام من القرآن والسنة، فماذا لو خرج علينا من يقول : نتعلم الفقه وأحكام الدين من الكتاب والسنة مباشرة، ولن تجد عالما واحدا تعلم الفقه من الكتاب والسنة مباشرة . وكذلك هناك أشياء لم تذكر في القرآن والسنة ولابد من تعلمها على الشيخ ومشافهته ولا يصلح فيها الإكتفاء بالكتاب كعلم التجويد بل والإلتزام بالمصطلحات الخاصة به، فيقولون مثلا : المد اللازم ست حركات، فمن الذي جعل ذلك المد لازما ؟ وما دليل ذلك ؟ ومن ألزمه للناس ؟ إنهم علماء هذا الفن . كذلك علم التصوف علم وضعه علماء التصوف من أيام الجنيد رضي الله عنه من القرن الرابع إلى يومنا هذا

Orang yang mengatakan bahwa belajar dari al-Qur'an dan Sunnah saja cukup dan lebih baik maka perkataan itu manis di telinga namun meracuni hati penerimanya, sebab tidak ada dari kita yang mengetahui rukun-rukun solat, sunnat-sunnta solat maupun makruh-makruh solat langsung dari Qur'an dan Sunnah, melainkan dari sebuah disiplin ilmu yang disebut ilmu Fiqh yang telah digagas oleh para ulama' yang mengistinbath semua hokum tersebut dari Qur'an dan Hadits. Bagaimana kalau ada yang mengatakan: Jangan belajar hukum-hukum islam dari ilmu Fiqh tapi belajar langsung dari Qur'an dan Sunnah saja? Ketahuilah bahwa sekarang tidak ada satupun orang alim yang belajar Fiqh langsung dari Qur'an dan Sunnah. Ketahui juga bahwa ada beberapa hal yang tidak dapat diketahui langsung dari Qur'an dan Sunnah, melainkan harus dari seorang guru, dari buku-pun tidak cukup, seperti ilmu Tajwid dan kaidah-kaidah khasnya, contohnya: Mad Lazim enam harokat, siapa yang menjadikan mad itu lazim? apa dalilnya? dan siapa yang melazimkannya kepada kita? Mereka adalah ahli-ahli ilmu Tajwid. Begitu juga ilmu Tasawuf; sebuah disipiln ilmu yang digagas oleh ulama' Tasawuf semenjak masa Imam Junaid pada abad keempat sampai saat ini.

Bila telah disepakati tentang kewajiban bertasawuf dan bertarekat maka bolehkah bertarekatkan lebih dari satu atau bahkan banyak? Maulana Syekh Mukhtar Ra. menjawab bahwa hal tersebut tidak boleh sebab seorang murid laksana pasien yang harus memasuki satu rumah sakit dan mengikuti resep satu orang dokter, apabila mengkonsumsi banyak obat melalui resep banyak dokter maka akan over dosis. Begitu juga apabila membaca banyak wirid dari banyak Syekh maka rohnya bisa berantakan! Apabila mencampur-adukkan banyak mazhab (talfiq) maka syari'atnya akan kacau! Semua baik dan benar, semua satu tujuan, namun demi keselamatan kita harus melalui satu jalan saja! Banyak jalan menuju Jakarta tapi apakah dapat menempuh semua jalan itu dalam satu waktu? Banyak kendaraan umum menuju Bogor namun apakah dapat menaiki semua kendaraan itu dalam satu waktu dan satu perjalanan? Di setiap masjid ada imam solat, apakah dapat menjadi ma'mum di semua masjid itu dalam satu waktu? Banyak sekali laki-laki di muka bumi ini, apakah boleh seorang perempuan menikahi dua lelaki saja dalam satu waktu?

Imam Abdul-Wahhab al-Sya'rani Ra. mengatakan :

ومن شأنه أن لا يكون له إلا شيخ واحد فلا يجعل له قط شيخين لأن مبنى طريق القوم على التوحيد الخالص

Syekh Muhyiddin Ibnu Arabi Ra. berkata :

اعلم أنه لا يجوز لمريد أن يتخذ له إلا شيخا واحدا لأن ذلك أعون له في الطريق وما رأينا مريدا قط أفلح على يد شيخين فكما أنه لم يكن وجود العالَم بين إلهين ولا المكلف بين رسولين ولا امرأة بين زوجين فكذلك المريد لا يكون بين شيخين

Syekh Abu Yazid al-Busthami Ra. berkata :

من لم يكن له أستاذ واحد فهو مشرك في الطريق والمشرك شيخه الشيطان

Syekh Ali al-Murshefi berkata :

من ابتلي بصحبة شيخين فأكثر فليجعل شيخه الحقيقي في حاشية قلبه بجانب محبة رسول الله صلى الله عليه وسلم لأنه نائب عن رسول الله صلى الله عليه وسلم في نصح أمته وإرشادهم إلى طرق الهدى

Dan amat perlu mengamati firman Allah di bawah ini yang jelas-jelas menganjurkan kita untuk taslim kepada satu orang saja :

" ضرب الله مثلا رجلا فيه شركاء متشاكسون ورجلا سلما لرجل هل يستويان مثلا الحمد لله بل أكثرهم لا يعلمون "

Bolehkah pindah tarekat? Boleh-boleh saja dengan alasan-alasan yang bisa diterima, misalnya syekhnya ternyata tidak benar-benar syekh yang kamil, atau karena telah menemukan tarekat yang lebih tinggi dan unggul dan lain sebagainya. Boleh saja pindah rumah sakit atau pindah sekolah dengan berbagai alasan yang masuk akal, maka boleh juga pindah mazhab atau tarekat dengan berbagai alasan yang masuk akal dan hati. Yang penting jangan dicampur-adukkan! Syekh Abdul-Halim Mahmud Ra. mengatakan :

وأما الدخول في طريقة أخرى بعد ذلك فلا مانع منه ما دام الدخول بقلب سليم ورغبة صادقة في التطهر والتزكي، وعلى من يريد الدخول في أي طريقة أن يقتنع أولا بأهمية هذا الدخول وأن يصدق في العزم عليه

Tasawuf dan Tarekat apakah boleh buat semua umur dan semua orang? atau hanya untuk mereka yang sudah tua, sudah berpendidikan dan sudah faham syari'at? Perlu diketahui bahwasanya inti Tasawuf dan Thariqah adalah dzikir, selawat, cinta ahlul-bait, mengikuti wali mursyid dan mengamalkan semua ajaran islam dengan sebaik-baiknya. Apakah semua itu hanya untuk yang sudah tua saja? Apakah perintah untuk berdzikir dan berselawat hanya untuk yang sudah berpendidikan saja? Apakah anak-anak kecil belum boleh mencintai ahlul-bait dan mengikuti pewaris Rasul? Justru dengan Thariqah-lah kita mengamalkan syari'at dengan benar dan sempurna!

Oleh karena itu dalam Thariqah terdapat marhalah-marhalah suluk tertentu untuk masing-masing umur sesuai resep Syekh yang memang ahli di bidangnya, yang disebut spesialis dzikir (ahli dzikir), Allah berfirman :

" فاسألوا أهل الذكر إن كنتم لا تعلمون "

Jangan sekali-kali difahami bahwa Thariqah hanya mengajak kepada berdiam lama dalam rumah, mengabaikan syari'at dan melalaikan kewajiban sehari-hari! Thariqah justru menghimbau kepada kejayaan di dunia dan akhirat serta kesuksesan intlektual maupun spiritual.

Sekelip Cahaya

Sinopsis:
Sekelip Cahaya merupakan sebuah terjemahan daripada maqalah asal Berbahasa Arab yang dimuatkan di dalam akhbar Shout al-Ummah pada sudut "Lahzoh Nur". Kesemua maqalah yang amat berharga ini merupakan "percikan cahaya" daripada Mawlana Syeikh Mokhtar Ali Muhammad Ad-Dusuqi r.a.


InsyaAllah akan menyusul...

Tuesday, November 17, 2009

Rahsia Sembahyang Dan Keutamaannya

Aku solat tapi masih melakukan maksiat....

Aku solat tapi fikiran ku masih merewang hal2 keduniaan...

Aku solat tapi solatku masih tak berbekas dalam hatiku...

Mengapa?


Moga bermanfaat buat kita semua....


sumber : Kitab Rahsia Sembahyang Dan Keutamaanya Hajjatul Islam Al Imam Al Ghazali

Syarat-syarat keistimewaan sembahyang

Syarat-syarat yang menjadikan sesuatu sembahyang itu istimewa dari segi kebatinannya banyak sekali, tetapi bolehlah disimpulkan kepada enam perkara:

(1) Kehadiran hati dalam sembahyang.

(2) Mengerti bacaan-bacaan sembahyang.

(3) Membesarkan Allah dalam sembahyang.

(4) Merasakan kehebatan Allah dalam sembahyang.

(5) Penuh harapan.

(6) Perasaan malu.

Berikut kita sebutkan huraiannya secara terperinci, kemudian sebab-sebabnya, dan seterusnya mengusahkan cara untuk mencapai syarat-syarat tersebut:

(1) KEHADIRAN HATI DALAM SEMBAHYANG

Maksudnya ialah agar dapat kita mengosokan hati itu dari segala urusan yang boleh

mengganggu, ataupun yang tak ada sangkut-pautnya dengan ibadat sembahyang yang sedang dikerjakan itu. Maka hendaklah pengetahuannya dengan gerak laku badan dan gerak-geri hati itu bersaingan kedua-duanya sekali; dan jangan sampai pemikirannya berputar kepada selain dari keduanya itu.

(2) MENGERTI BACAAN-BACAAN SEMBAHYANG

Memahami atau mengerti maksud-maksud perbicaraan dalam sembahyang itu adalah menjadi seperkara yang utama dalam kontek menghadirkan hati dalam sembahyang; iaitu hati itu haruslah mengatahui segala yang dibicarakan oleh lidah, kerana sembahyang itu memang mengandungi banyak makna-makna atau maksud-maksud yang halus yang patut dimengertikan oleh seorang dalam sembahyangnya. Dengan itu, barulah sembahyang itu dapat mencegahnya dari melakukan perkara-perkara yang keji atau mungkar.

(3) MEMBESARKAN ALLAH DALAM SEMBAHYANG

Membesarkan Allah di dalam sembahyang akan memberikan pengertian yang

mendalam kepada diri orang yang bersembahyang

Itu, di sebalik menghadirkan hati dan memahamkan bacaan-bacaannya.

(4) MERASAKAN KEHEBATAN ALLAH DALAM SEMBAHYANG

Merasakan kehebatan Allah akan menambahkan lagi kebesaranNya yang dirasakan di

dalam sembahyang, dan ia diibaratkan sebagai ketakutan yang berpunca dari kemaha-agungnya Allah Ta’ala yang disembah ketika itu dan kemaha-tinggianNya.

(5) PENUH HARAPAN

Orang yang melakukan sembahyang itu haruslah mengharapkan pahala yang banyak

dari Allah s.w.t., dan sebaliknya harus pula ia merasa takut dari sikaanNya, yang mungkin ditimpakan oleh Allah ke atasnya disebabkan oleh kecuaiannya.

(6) PERASAAN MALU

Dia juga harus mempunyai perasaan malu terhadap Allah s.w.t., kerana kemungkinan

sekali tanpa disadarinya telah berlaku daripadanya sesuatu kecuaian dalam sembahyang itu, atau sesuatu dosa yang tidak disangka-sangkakannya.

Adapun sebab-sebab pencapaian maksud yang enam di atas tadi ialah:

Pertama: Hendaklah kita mengetahui bahawa yang boleh menyebabkan hati itu hadir ialah kekuatan azam, kerana hati itu sentiasa menurut keazaman kita: Hati tidak akan hadir, melainkan sesudah kita menujukan keazaman kita kepadanya. Jadi bila timbul sesuatu perkara yang menarik perhatian kita, tentulah hati kita akan hadir dan meletakkan perhatiannya kepada perkara itu, sama ada secara sukarela mahupun terpaksa, sebab hati itu diciptakan dalam fitrah yang semacam itu dan ia tetap tertakluk kepadanya.

Jika sekiranya hati itu tiada hadir dalam sembahyang, tentulah ia tidak akan berdiam diri begitu saja, bahkan ia akan berkeliaran ke sana ke mari menunjukan perhatiannya kepada hal-ehwal keduniaan. Oleh itu, tiada jalan lain atau tiada penawar untuk menghadirkan hati itu, melainkan dengan menumpukan segala perhatian kita kepada sembahyang semata-mata. Dan perhatian kita itu tidak akan dapat dihadapkan sepenuhnya kepada sembahyang, selagi belum ternyata atau terbukti bahawa hati yang dituntut itu sepenuhnya bergantung kepada sembahyang. Yang demikian itu dapat dicapai melalui keimanan dan keyakinan yang menetapkan, bahawa akhirat itu adalah lebih baik dan lebih kekal, dan bahawasanya sembahyang pula adalah sebagai suatu wasilah atau jalan untuk mencapai kebahagiaan itu disana.

Kedua: Memahamkan bacaan, iaitu sebabnya sesudah menghadirkan hati, ialah menetapkan dan memusatkan akal fikiran untuk menangkap maksud dari segala pertuturan dalam sembahyang. Penawarnya adalah seperti yang tersebut di atas tadi serta menumpukan fikiran dan menyediakannya untuk menolak segala yang mungkin mengacaunya, dan cara menolaknya ialah dengan menolak punca-puncanya; yakni pokok-pokok bagi sebab-sebab yang boleh mempengaruhi akal fikiran dan mengajaknya untuk berfikir-fikir.

Ketiga: Membesarkan atau memuliakan Allah dalam sembahyang, dan yang demikian itu harus datangnya dari hati dengan dua cara:

(1) Mengenal kebesaran Allah azzawajalla dan keagunganNya dan ini adalah dari asal-usul keimanan.

(2) Mengenal kerendahan jiwa dan kehinaannya serta keadaannya sebagai seorang hamba yang tertakluk dan bertuhankan Allah yang Maha Agung.

Pengenalan terhadap kedua-dua cara ini haruslah berterusan sehingga timbul ketenangan, kerendahan hati dan seterusnya kekhusyu’an terhadap Allah s.w.t., maka ketika itulah baru kita kenal pengertian membesarkan Allah dengan penuh kesempurnaan.

Keempat: Adapun merasakan kehebatan atau ketakutan itu adalah keadaan yang harus disifati oleh jiwa yang akan timbul sesudah mengenal akan kekuasaan Allah dan kesanggupanNya, lalu melaksanakan kehendakanNya tampa campur tangan dari kuasa-kuasa yang lain, Jika sekiranya Allah memusnahkan yang awal (terdahulu) semua sekali dan yang akhir (terkebelakang) semua sekali, maka tiadalah akan berkurangan dari kerajaanNya sesuatu sebesar zarrah (atom) pun. Oleh sebab itulah apabila bertambah ilmu kita mengenai Allah, akan bertambah pulalah ketakutan dan kehebatan perasaan kita terhadapNya.

Kelima: Adapun pengharapan, maka sebabnya ialah pengenalan kita kepada belas kasihan Allah s.w.t. dan rahmatNya, serta segala kenikmatan dan kemaha-halusan penciptaanNya. Begitu pula dengan menyakinkan kebenaran janjiNya dengan balasan syurga bagi orang yang melakukan sembahyang. Apabila telah muncul keyakinan dalam hati tentang segala janji-janji Allah, dan muncul sama pengenalan tentang belas kasihanNya, niscaya tidak syak lagi akan timbullah kesan dari kedua-duanya tadi hakikat pengharapan.

Keenam: Akhir sekali perasaan malu, dan dengan adanya sifat malu itu dalam diri, akan teringatlah kita akan kecuaian kita dalam menjalankan ibadat serta mengatahui, bahawa kita ini memang tidak mampu untuk mendirikan semua hak-hak Allah Azzawajalla. Perasaan serupa itu akan menolong kita untuk mengingat tentang keaiban-keaiban diri dan dan kecelaannya, ketidak-iklasan diri dan kecenderungannya kepada balasan-balasan yang kontan dalam segala amal perbuatannya, padahal kita mengatahui tentang kebesaran apa yang bakal ditentukan oleh Allah yang Maha Mulia (yakni dari balasan terkemudian). Dan hendaklah kita menyakini, bahawa Allah Azzawajalla itu mengetahui dan menyingkap segala rahsia dan gerak-geri hati meskipun ia terlalu kecil atau masih samar-samar.

Semua makrifat-makrifat ini bila ditemui dengan keyakinan akan terpancarlah daripadanya, tidak syak lagi, suatu keadaan atau perasaan yang dinamakan perasaan malu terhadap Allah Azzawajalla.

Sekianlah sebab-sebab bagi semua sifat-sifat yang disebutkan di atas tadi. Setiap yang hendak dicari huraiannya, terlebih dulu hendaklah diterangkan sebab-sebabnya, kerana setelah mengenal sebab-musababnya dapatlah pula mengenal ubat dan penawarnya. Manakala ikataan bagi semua sebab-sebab ini ialah keimanan kepada Allah Azzawajalla dan keyakinan terhadapNya.

Penawar berguna untuk menghadirkan hati

Ketahuilah, bahawa setiap orang Mu’min itu wajib memuliakan Allah azzawajalla, takut hanya kepadaNya, berharap hanya daripadaNya, dan sentiasa pula merasa malu terhadap segala kelalaian yang timbul tersebab dari perilakunya terhadap Allah s.w.t. Semua perkara-perkara yang tersebut ini haruslah tidak terlepas dari ingatannya, sesudah ada penuh keyakinan terhadap Allah s.w.t., sekalipun kekuatan ingatan itu setanding dengan kadar kekuatan keyakinannya. Sebab terhindarnya sesuatu sembahyang dari ingatan kepada perkara-perkara tersebut, tiada lain melainkan disebabkan oleh fikiran yang bercabang-cabang, terganggunya hati dan ketidak hadirannya dalam bermunajat, berarti kelalaian dalam sembahyang. Dan tiada yang menjauhkan kita dari sembahyang yang sempurna, melainkan kerana terlalu banyak fikiran yang datang menggangu dan mengacau. Penawar dalam menghadirkan hati ialah menolak semua fikiran-fikiran tersebut, dan sesuatu perkara itu tidak akan tertolak melainkan dengan menolak sebabnya, maka hendaklah anda mencari sebabnya dan mengetahui.

Adapun sebab-sebab kemunculannya fikiran-fikiran yang tidak menentu dalam sesuatu sembahyang itu, ialah sama ada merupakan perkara dari luar ataupun perkara dari dalam. Perkara-perkara dari luar; iaitu seperti sesuatu yang didengar oleh telinga, ataupun dilihat oleh mata. Hal serupa ini boleh menarik perhatian kita kepadanya, lalu perasaan kita pun tertumpu kepadanya dan terpengaruh dengannya. Dari situ kita boleh dibawanya dari suatu fikiran kepada fikiran yang lain, sampai bercabang-cabang pula fikiran kita. Pada ketika itu semua yang kita lihat di hadapan kita akan menjadi sebab pemikiran.

Orang yang kukuh niatnya dan kuat keazamannya tidak akan dilalaikan oleh segala sesuatu yang bermain pada pancainderanya. Akan tetapi si lemah tentu sekali pancainderanya akan membawanya menggembara kepada berbagai-bagai pemikiran ketika itu.

Penawar kepada penyakit ini ialah dengan memutuskan pemikirannya dari segala sebab-sebab ini; iaitu dengan menutup matanya terlebih dulu, kemudian bersungguh-sungguh mencuba meletakkan ke belakang semua yang mungkin mengganggu pancainderanya. Seterusnya, dia mencari tempat yang berdekatan dengan tembok, supaya dalam sembahyang nanti ruangan di hadapanya tidak terlalu lapang untuk dilihat oleh matanya. Dan hendaklah dia menjauhkan diri dari menunaikan sembahyang di jalan-jalan raya, yakni di tempat-tempat lalulintas orang ramai, ataupun di tempat-tempat yang berlukisan, atau tikar-tikar yang penuh dengan gambar-gambar dan warna-warni, kerana kesemuanya itu boleh menyebabkan kelalaian dalam sembahyang.

Adapun sebab-sebab kebatinan pula, maka yang demikian itu adalah lebih hebat lagi. Orang yang bercabang-cabang perhatiannaya dalam persoalan-persoalan keduniaan tentu sekali pemikirannya tidak tetap setempat, ataupun menumpu kepada sesuatu perkara yang tertentu, malah ia akan mengembara dari satu tempat ke tempat yang lain. Cara untuk mengekang pemikiran-pemikiran ini dari berlaku, ialah dengan memaksa diri untuk memahami, atau mengikuti makna-makna bacaan yang dibacanya di dalam sembanyang dan melarang diri dari mengingati perkara-perkara yang lain dari itu. Untuk membantu melaksanakan cara ini, seseorang yang ingin bersembahyang hendaklah bersiap sedia sebelum bertakbir, lalu memperbaharui ingatannya tentang hari akhirat dan tempat bermunajat itu serta bahayanya keadaan ketika itu. Sebab ia sedang berhadapan muka dengan Allah s.w.t. Dan Allah dapat menyingkap segala rahsianya pada masa itu. Sebelum mengangkat takbir, hendaklah ia menumpukan segala perhatian dan hatinya kepada sembahyang saja, dan jangan sampai ditinggalkan suatu tempat pun dalam hatinya itu untuk dipengaruhi oleh perkara-perkara selainnya.

Apabila gelombang pemikirannya masih belum lagi dapat disembuhkan oleh ubat yang seharusnya boleh mentenangkannya, maka hendaklah ia mendapatkan ubat pembersih yang boleh melenyapkn pangkal penyakit yang bersarang di dalam dasar urat sarafnya. Haruslah ia segera memperhatikan apa-apakah yang memalingkan dirinya dari kehadiran hati tadi. Tidak syak lagi, sesudah itu, akal fikiran itu akan kembali kepada tugasnya, dan ketahuilah ia bahawa pemesongan yang berlaku tadi tiada lain, melainkan disebabkan oleh gejala-gejala syahwat. Maka ia pun segeralah mengutuk dirinya dengan mencabut segala syahwat-syahwat itu dari dalam dirinya serta memutuskan semua perhubungan diri dengan syahwat-syahwat itu.

Ada sebuah riwayat yang diceritakan dari Rasulullah s.a.w. bahawa baginda pernah memakai baju bersulam yang diberikan kepadanya oleh Abu Juhum, lalu baginda bersembahyang, sebaik-baik selesai saja bersembahyang, segeralah baginda menanggalkannya pula seraya bersabda: Kembalikanlah baju ini kepada Abu Juhum sebab ia melenakan saya dalam sembahyang tadi, dan tukarkanlah dia dengan baju biasanya saja (yakni yang tiada bersulam).

Thursday, March 12, 2009

KELEBIHAN SOLAT DHUHA


Doa Solat Dhuha
ALLAAHUMMA INNADLDLUHAA-A DLUHAA-UKA WAL BAHAA-A BAHAA-UKA WAL JAMAALA JAMAALUKA WAL QUWWATA QUWWATUKA WAL QUDRATA QUDRATUKA WAL ‘ISHMATA ‘ISHMATUKA ALLAAHUMMA IN KAANA RIZQII FISSAMAAI FA ANZILHU WA IN KAANA FIL ARDLI FA AKHRIJHU WA IN KAANA MU’SIRAN FAYASSIRHU WA IN KAANA HARAAMAN FATHAHHIRHU WA IN KAANA BA’IIDAN FA QARRIBHU BIHAQQI DLUHAA-IKA WA BAHAA-IKA WA JAMAALIKA WA QUWWATIKA WA QUDRATIKA AATINII MAA AATAITA ‘IBAADAKASHSHAALIHIIN. “Ya Allah, sesungguhnya waktu dluhaa adalah waktu dluhaa-Mu, keagungan adalah keagungan-Mu, kebagusan adalah kebagusan-Mu, kekuatan adalah kekuatan-Mu, kekuasaan adalah kekuasaan-Mu, penjagaan adalah penjagaan-Mu. Ya Allah, apabila rizqi kami di atas langit, turunkanlah, bila dalam bumi, keluarkanlah, bila sukar, mudahkanlah, bila haram, sucikanlah, bila jauh, dekatkanlah, dengan hak waktu dluhaa, keagungan, kebagusan, kekuatan dan kekuasaan-Mu. Berilah kepada kami apa-apa yang telah Engkau berikan kepada hamba-hamba-Mu yang shalih-shalih.”


Tidak Aku ciptakan jin dan manusia melainkan untuk beribadat kepada-Ku. (al-Dhariyat: 56)Allah s.w.t. Maha Pemurah Lagi Maha Penyayang terhadap hamba-hamba-Nya. Dia tidak menciptakan makhluk-Nya dengan sia-sia dan tiada manfaatnya. Malah Allah yang Maha Bijaksana tidak membiarkan mereka dalam keadaan terkapai-kapai tanpa pedoman dan panduan, terbiar tanpa pengisian dan amalan.
Bahkan dengan rahmat dan kurniaan nikmat-Nya yang tidak terhingga kepada manusia, Allah s.w.t. dan Rasul-Nya menunjukkan jalan-jalan ibadat dan ketaatan, begitu juga pintu-pintu kebaikan dan kebajikan untuk diamalkan sesuai dengan falsafah sebenar penciptaan jin dan manusia seperti ayat di atas. Salah satu ibadat sunat yang dianjurkan ialah solat sunat Dhuha.
Solat Dhuha bermaksud solat sunat yang dikerjakan pada waktu dhuha, iaitu pada saat matahari telah naik lebih kurang setinggi sebatang lembing atau galah (kira-kira jam 20 minit selepas terbit matahari atau lebih) hinggalah matahari berada tepat di tengah-tengah langit (sebelum menjelang Zuhur).
“Menurut mazhab jumhur ulama iaitu Imam Malik, Syafie dan Ahmad, solat ini hukumnya sunat muakkad (sunat yang sangat dituntut) sedangkan Imam Abu Hanifah hanya memandangnya sebagai suatu amalan sunat biasa.
Justeru, sunah yang ditinggalkan Baginda Rasulullah ini eloklah dijadikan amalan bertepatan dengan hadis yang bermaksud: Junjunganku tercinta, Nabi Muhammad s.a.w. telah berwasiat supaya aku mengerjakan tiga perkara iaitu: Berpuasa tiga hari pada tiap-tiap bulan (13, 14 dan 15 haribulan daripada bulan Qamariah), mengerjakan dua rakaat solat Dhuha dan juga supaya aku mengerjakan solat Witir sebelum aku tidur.
Kelebihan
Setiap amalan kebajikan pasti memperoleh ganjaran setimpal daripada Allah s.w.t.. Pun begitu, ia mestilah dilengkapi dua syarat utama iaitu ikhlas dan menepati syariat.Setiap ibadat yang disyariatkan juga pasti tersirat hikmah dan fadilat yang tersendiri. Cuma usah pula hikmah dan fadilat ini yang diutamakan. Dibimbangi ia menjadi suatu tabiat di mana kita beramal lantaran hikmat semata-mata bukan lahir daripada rasa keinsafan diri.
“Namun demikian, terdapat nas-nas hadis nabawi yang menggesa umatnya melakukan amalan solat sunat Dhuha dengan disebutkan fadilatnya bagi menambahkan semangat dan keinginan untuk melakukan amalan mulia ini.
“Di antaranya hadis riwayat Abu Dzar bahawa Nabi s.a.w. bersabda maksudnya: Setiap orang menjelang pagi, berdasarkan tulang temulang sendi memerlukan sedekah. Tiap-tiap tasbih itu sedekah, tiap-tiap tahmid sedekah, tiap-tiap tahlil adalah sedekah dan tiap-tiap takbir adalah sedekah. Menyeru makruf adalah sedekah, mencegah mungkar adalah sedekah. Semuanya itu sama nilainya dengan dua rakaat solat Dhuha.
Selain itu, solat ini juga adalah tanda kesyukuran seorang hamba yang dikurniakan lengkap sendi tulangnya sebanyak 360 batang pada setiap pagi yang dilaluinya. Justeru, dhuha atau pagi yang penuh nikmat Ilahi itu disyukuri dengan menyembah Allah, simbolik kepada terima kasih seorang hamba kepada Penciptanya.
Hakikatnya, umat Islam perlu memahami kedudukan solat ini. Pertama, sebaik-baiknya, ia dilakukan di rumah agar dapat dikerjakan dengan lebih sempurna. Jadi, jika di tempat bekerja, lakukan dengan menggunakan masa yang sebaik mungkin.
Kedua, sifat solat ini ringkas dan mudah dilaksanakan di mana-mana tempat (baik di surau atau bilik sendiri). Masanya pula hanya mengambil masa empat hingga lima minit. Jadi, apalah salah kalau ia dibudayakan.
Ketiga, pada dasarnya ia adalah sunat hukumnya malah Baginda jua tidak melaksanakannya dalam bentuk yang konsisten. Hal ini diterangkan oleh Aishah: Aku tidak pernah melihat Rasulullah s.a.w. mendirikan sembahyang sunat Dhuha. Sesungguhnya aku mendirikan sembahyang Dhuha walaupun Rasulullah meninggalkannya. Tetapi pada hakikatnya Baginda suka melakukannya, ini adalah kerana Baginda bimbang jika selalu mengamalkannya, orang ramai akan mewajibkan ke atas diri mereka. (Riwayat Muslim).
Oleh itu lakukan solat ini di rumah atau di tempat kerja selagi mana ia tidak memberatkan atau menghalang tugas-tugas lain yang lebih utama dan penting.
Ruang waktu dan waktu afdal
Sesuailah dengan namanya dhuha yang bermaksud pagi. Jadi ruang waktunya bermula kira-kira 20 minit selepas terbit matahari atau disebut dalam kitab-kitab fikah sebagai tinggi matahari daripada pandangan jauh sekadar satu al-Rumh atau batang lembing yakni kira-kira dua meter. Waktu solat ini pula berakhir sebelum menjelang waktu Zuhur. Jadi, secara mudahnya dapat difahami bahawa batas waktu solat sunat Dhuha ini antara pukul 7 pagi hingga 1 petang.
Berkenaan waktu afdalnya pula iaitu ketika sinar matahari kian panas berdasarkan sepotong hadis Nabi s.a.w. yang dirakamkan oleh Zaid bin Arqam. Rasulullah s.a.w. menjelaskan: Solat Dhuha ini afdalnya ketika matahari telah meninggi dan kian panas sinarnya. Imam Nawawi menghuraikan masa tersebut sebagai masa berlalunya seperempat tempoh siang hari iaitu pukul 10 pagi hingga 1 petang (Kitab al-Majmu’ karangan Imam Nawawi).
Justeru, waktu sedemikian eloklah dilaksanakan solat tersebut, apatah lagi pada saat itu badan memerlukan ‘rehat sebentar’ setelah penat bekerja. Maka disarankan juga sekiranya masa tersebut diisi sekadar empat hingga lima minit dengan sujud menyembah Ilahi sama ada di rumah atau di tempat kerja dengan syarat tidak mengetepikan perkara-perkara atau urusan yang wajib dan utama daripada yang sunat.
Bilangan rakaat
Yang masyhur di kalangan para ulama adalah paling minimum dua rakaat sahaja dan bilangan yang maksimum adalah lapan rakaat. Cuma terdapat juga pendapat sebilangan ulama yang mencadangkan bilangan yang paling afdal iaitu empat rakaat (dilakukan secara dua kali salam). Ini bersandarkan hadis Aishah (Riwayat Imam Abu Daud) menjelaskan bahawa Nabi melakukannya sebanyak empat rakaat. Begitu juga hadis Qudsi yang disampaikan oleh Nu’aim yang bermaksud: Wahai anak Adam! Usahlah dikau lemah daripada mengerjakan empat rakaat Dhuha. Demikian itu pasti melengkapi kebajikan genap satu hari yang dikau jalani. (Riwayat Imam Abu Daud dengan sanad yang sahih)
Solat ini juga diriwayatkan berjumlah enam rakaat (tiga kali salam) seperti hadis Nabi yang disebutkan oleh Jabir bin Abdullah. (Riwayat Imam al-Tabarani)
Dalam pada itu, ada juga riwayat yang dirakamkan oleh Anas bin Malik menjelaskan bahawa Nabi s.a.w. bersabda: Barang siapa yang menunaikan solat sunat Dhuha sebanyak 12 rakaat maka nescaya Allah s.w.t. akan membina sebuah mahligai di dalam syurga kelak. (Riwayat Imam al-Tirm
Bilangan yang masyhur adalah antara dua hingga lapan rakaat. (Kitab al-Majmu’ karangan Imam Nawawi).
Cara melaksanakannya
Banyak bahan media cetak yang boleh dirujuk bagi mengetahui cara melakukan solat sunat Dhuha ini merangkumi bacaan-bacaan dalam solat hinggalah dalam sujud dan doa setelah selesai ibadat tersebut.
Cuma secara asas dan mudahnya berdasarkan hadis-hadis Nabi, solat sunat Dhuha ini dilakukan seperti solat-solat lain, cuma bacaan yang dianjurkan Baginda s.a.w. selepas al-Fatihah, menurut hadis yang disampaikan oleh Uqbah bin Amir, ialah surah al-Syams pada rakaat pertama dan al-Dhuha pada rakaat kedua. (Riwayat al-Hakim)
Namun begitu, perkara (bacaan dalam solat) ini adalah sesuatu yang subjektif dan tidak statik. Maka tidak perlulah hanya terikat dengan kaifiat tertentu dan bacaan tertentu. Apa yang penting, solat tersebut diniatkan dengan betul, syarat-syaratnya dipenuhi dan rukun-rukunnya disempurnakan sebaik-baiknya. Begitu jugalah dengan doa selepas solat tersebut.
Para sahabat yang komited
Antara mereka yang paling komited dengan amalan solat sunat ini ialah Abu Darda’, Abu Hurairah dan Abu Zar al-Ghifari. Mereka komited lantaran wasiat dan pesanan Nabi s.a.w. kepada mereka ditambah pula dengan sifat mereka yang kuat beribadat.
rujukan : http://blogs.udm.edu.my/drkuzaki/2008/01/20/kelebihan-solat-dhuha/

Lagi Kelebihan Solat Dhuha

Berkata Abu Murrah Ath-Tha’ifi r.a. bahwasanya Nabi s.a.w. telah bersabda : Allah telah berfirman:
“Wahai anak Adam! Bersembahyanglah untuk Aku di awal pagi, niscaya Aku akan mencukupimu di akhirnya.”
(Riwayat Ahmad)
Hadis Qudsi ini menganjurkan kita mengerjakan Solat Dhuha yang mana antara faedahnya, Allah Ta’ala memberi jaminan akan melaksanakan segala keperluan-keperluan keduniaan manusia setiap hari.
Antara ibadat sunat yang dianjurkan dan menjadi amalan Rasullullah SAW sendiri ialah solat sunat Dhuha. Banyak hadis-hadis yang mengalakkannya dan menyatakan keutamaannya, antaranya dalam riwayat Abu Hurairah katanya:
“Kekasihku Rasullullah SAW telah berwasiat kepadaku tiga perkara, aku tidak meninggalkannya, iaitu ; supaya aku tidak tidur melainkan setelah mengerjakan witir, dan supaya aku tidak meninggalkan dua rakaat solat Dhuha kerana ia adalah sunat awwabin, dan berpuasa tiga hari daripada tiap-tiap bulan”
(Hadis riwayat Al-Bukhari dan Muslim)
Dalam riwayat yang lain Rasullullah SAW pernah bersabda yang maksudnya :
“Pada tiap-tiap pagi lazimkanlah atas tiap-tiap ruas anggota seseorang kamu bersedekah; tiap-tiap tahlil satu sedekah, tiap-tiap takbir satu sedekah, menyuruh berbuat baik satu sedekah, dan cukuplah (sebagai ganti) yang demikian itu dengan mengerjakan dua rakaat solat Dhuha .”
(Hadis riwayat Al-Bukhari dan Muslim)
Adapun kelebihan sembahyang Dhuha itu sepertimana di dalam kitab “An-Nurain” sabda Rasullullah SAW yang maksudnya : “Dua rakaat Dhuha menarik rezeki dan menolak kepapaan.”
Dalam satu riwayat yang lain Rasulullah SAW bersabda yang maksudnya : “Barangsiapa yang menjaga sembahyang Dhuhanya nescaya diampuni Allah baginya akan segala dosanya walaupun seperti buih dilautan.”
(Riwayat Ibnu Majah dan At-Tirmidzi)
Dan daripada Anas bin Malik Radhiallahu ‘anhu berkata: “Aku mendengar Rasulullah SAW berkata: “Barangsiapa yang mengerjakan sembahyang sunat Dhuha dua belas rakaat dibina akan Allah baginya sebuah mahligai daripada emas”
(Riwayat Ibnu Majah dan Tirmidzi)
Waktu sembahyang Dhuha ialah dari naik matahari sampai se-penggalah dan berakhir di waktu matahari tergelincir tetapi disunatkan dita’khirkan sehingga matahari naik tinggi dan panas terik.
Cara menunaikannya pula adalah sama seperti sembahyang-sembahyang sunat yang lain iaitu dua rakaat satu salam. Boleh juga dikerjakan empat rakaat, enam rakaat dan lapan rakaat. Menurut sebahagian ulama jumlah rakaatnya tidak terbatas dan tidak ada dalil yang membatasi jumlah rakaat secara tertentu, sebagaimana sebuah hadis yang diriwayatkan oleh ‘Aisyah bermaksud :”Adalah Nabi SAW bersembahyang Dhuha empat rakaat dan menambahnya seberapa yang dikehedakinya.” (Hadis riwayat Ahmad, Muslim dan Ibnu Majah)
Dalam sebuah hadis yang lain Nabi SAW bersabda bermaksud : ” Barangsiapa yang menunaikan sembahyang sunat Dhuha sebanyak dua rakaat tidak ditulis dia daripada orang-orang yang tidak lalai daripada mengingati Allah dan barangsiapa yang menunaikan nya sebanyak empat rakaat ditulis akan dia daripada orang-orang yang suka beribadat dan barangsiapa yang menunaikannya sebanyak enam rakaat dicukupkan baginya pada hari tersebut, barangsiapa menunaikanyan sebanyak lapan rakaat Allah menulis baginya daripada orang-orang yang selalu berbuat taat, barang siapa yang menunaikannya sebanyak dua belas rakaat Allah akan membina baginya mahligai didalam syurga dan tidak ada satu hari dan malam melainkan Allah mempunyai pemberian dan sedekah kepada hamba-hambaNya dan Allah tidak mengurniakan kepada seseorang daripada hamba-hambaNya yang lebih baik daripada petunjuk supaya sentiasa mengingatiNya,” (Riwayat At-Thabarani ).